Nasional, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat berharap pengganti hakim Patrialis Akbar merupakan sosok yang sudah selesai dengan segala urusan di dunia. Namun Arief menyatakan secara lembaga MK tidak diperkenankan memberikan masukan apa pun ihwal kandidat hakim konstitusi.

"Yang paripurna hidupnya sehingga tidak lagi membutuhkan sesuatu," kata Hakim Arief di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 1 Februari 2017.

Arief menyatakan dengan pendapatan dan jabatan yang tinggi mestinya orang yang terpilih menjadi hakim konstitusi sudah bisa fokus bekerja dan menjalankan amanah yang diemban. Namun bila ada hakim yang belum paripurna hidupnya, lanjutnya, bisa muncul peluang untuk tergoda. "Merasa cukup gaji di sini, jabatan sudah tinggi tidak perlu aneh-aneh lagi," ucap Arief.

Kamis lalu, hakim konstitusi Patrialis Akbar terjerat kasus dugaan penyuapan dan ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dugaan suap itu terkait dengan uji materi Undang-undang No.41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Dewan Etik Mahkamah Konstitusi menduga langkah yang dilakukan Patrialis ialah membocorkan putusan MK. Padahal MK menjadwalkan pengumuman hasil putusan uji materi UU Peternakan pada awal bulan ini, yaitu 7 Februari 2017.

Lebih lanjut, Arief Hidayat memprediksi proses pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tidak akan berjalan lama. Sebab, Patrialis telah mengundurkan diri dari jabatannya. "Dia juga sudah ditahan oleh KPK," ucapnya.

Arief memperkirakan Majelis Kehormatan akan mengambil keputusan terkait status pemberhentian Patrialis pada bulan ini. "Kami harapkan dalam waktu seminggu atau 10 hari sudah selesai," kata dia. Bila Majelis Kehormatan sudah menyelesaikan tugasnya, lanjut Arief, maka MK akan segera mengirim surat pemberhentian Patrialis kepada Presiden Joko Widodo.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Dewan Etik MK Abdul Mukti Fajar yang sudah dimintai keterangan oleh Majelis Kehormatan mengusulkan agar memberhentikan hakim Patrialis dengan tidak terhormat. Dewan Etik punya beragam alasan mengapa Patrialis mesti diberhentikan dengan tidak terhormat. Salah satunya ialah karena tindakannya telah mencemarkan nama baik lembaga. "Usulannya diterima atau tidak itu tergantung Majelis," kata Mukti.

ADITYA BUDIMAN