Bisnis, Jakarta - Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Marthin Hadiwinata mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan seharusnya dapat menjadi pintu masuk bagi kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan. Revisi tersebut semestinya memuat pasal-pasal yang lebih menekankan pada kegiatan pasca produksi.

"Dengan menekankan kegiatan pasca produksi, akan meningkatkan nilai komoditas perikanan yang dapat bersaing di dalam maupun di luar negeri," kata Marthin dalam  keterangan tertulis, Senin, 27 Februari 2017.

Baca Juga: Debat Menteri Susi dan DPR Soal Pasal Perikanan

Menurut Marthin, UU Perikanan belum mengatur kegiatan pasca-produksi. UU Perikanan,  condong pada kegiatan produksi. "Sebanyak 52 persen membahas produksi, 29,4 persen praproduksi, 15 persen pra hingga pasca produksi, dan hanya 17,6 persen pasca produksi," ujarnya. Draf revisi UU Perikanan terakhir pun masih berbicara pada tataran produksi.

Marthin menambahkan, lapangan pekerjaan di sektor perikanan masih terbuka lebar. Namun,  hal-hal mengenai perlindungan pekerja yang baik masih belum diatur dalam UU Perikanan. Misalnya terkait kondisi kerja yang layak, perlindungan asuransi dan masa tua, pengawasan ketenagakerjaan yang kuat, hingga masalah pengupahan.

Marthin meminta agar masalah terkait hasil uji petik terhadap 226 sampel kapal ikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2015 lalu mendapatkan perhatian khusus. Dalam hasil uji petik itu, lebih dari 80 persen kapal ikan melakukan mark-down berat kotor atau gross tonnage (GT) menjadi kurang dari 30 GT.

Dia menilai, kecurangan pemilik kapal ikan  berimbas pada penghindaran kewajiban pajak hingga pungutan hasil perikanan. Hal itu diperparah dengan kemudahan akses BBM bersubsidi. "Permasalahan itu tidak diatur dalam UU Perikanan."

Simak: Kalla Berikan Tip agar UMKM Jadi Konglomerat

Terkait nelayan-nelayan kecil, menurut Marthin, masih termajinalkan. Mereka diberikan kebebasan menangkap ikan. Tapi, tidak ada upaya dari pemerintah untuk melindungi wilayah perikanan tangkap yang telah dimanfaatkan secara turun temurun.

"Ini membuat nelayan-nelayan kecil harus bersaing dengan perusahaan perikanan. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan  proyek reklamasi, proyek infrastruktur di pesisir, dan proyek pariwisata yang meminggirkan mereka," ucap Marthin.

Pada awal Februari, pemerintah bersama DPR kembali membahas revisi UU Perikanan. Revisi itu ditujukan untuk memperkuat aturan dalam pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF), penyederhaan pengurusan izin kapal tangkap, dan penguatan sistem pengembangan perikanan yang berorientasi kepada pemerataan kesejahteraan yang berkeadilan bagi masyarakat.

ANGELINA ANJAR SAWITRI