Bisnis, Jakarta - Masih berfluktuasinya pergerakan dolar AS memberikan sentimen positif terhadap rupiah, di samping perbaikan sejumlah data ekonomi di dalam negeri.

Rupiah mengakhiri perdagangan Senin, 6 Februari 2017, dengan penguatan sebesar 0,17% atau 23 poin ke posisi Rp13.320 per dolar AS setelah diperdagangkan pada kisaran Rp13.308 – Rp13.344 per dolar AS. Kurs tengah dipatok Rp13.329 per dolar AS.

Sepanjang 2017, mata uang Garuda berhasil meningkat 1,14%. Tahun lalu, rupiah tumbuh 2,28% menjadi Rp13.473 per dolar AS. Sementara pada pukul 18:46 WIB, indeks dolar meningkat 0,109 poin atau 0,11% menuju 99,777. Ini menunjukkan harga sudah terkoreksi 2,18% sepanjang 2017.

Head of Research & Analyst PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra, mengatakan rilis data PDB kuartal IV/2016 dinilai positif karena membuat pencapaian full year di kisaran 5%. Sentimen tersebut membuat rupiah menguat.

Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan PDB kuartal IV/2016 mencapai 4,94% yoy, dan secara keseluruhan 2016 sebesar 5,02%. "Rupiah dalam sepekan ini masih akan menguat, karena data dari AS belum banyak yang terlalu penting dan fluktuasi dolar," tuturnya sat dihubungi Bisnis.com, Senin, 6 Februari 2017.

Faktor fundamental lain yang mendukung rupiah ialah angka cadangan devisa per Desember 2016 sebesar US$116,36 miliar dan inflasi Januari 2017 sebesar 3,49%. Angka inflasi sesuai dengan target BI pada 2017, yakni 4% (+/- 1%).

Dalam sepekan ini, rupiah berpeluang menguat terbatas dalam rentang harga Rp13.280-Rp13.400 per dolar AS. Selain data internal yang positif, rupiah juga terbantu oleh fluktuasi dolar AS.

Menurut Ariston, dolar AS cenderung melemah saat Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pada Selasa-Rabu (31/1-1/2). Keputusan bank sentral menunda kenaikan suku bunga dan belum adanya arah perekonomian yang jelas membuat pasar mengurangi ketertarikan terhadap dolar AS.
BISNIS.COM