Nasional, Jakarta -Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, merespons tentang keresahan masyarakat tentang rencana sertifikasi pendakwah. Menurutnya hal tersebut tidak terlepas dari persoalan politik pilkada dan kondisi perekonomian dewasa ini.

“Era globalisasi dan era digital juga mempengaruhi informasi berseliweran seperti air bah. Persoalan kemasyarakatan akan sangat dinamis karena dapat diakses dengan cepat,” katanya kepada Tempo di ruang seminar Perpustakaan IAIN Purwokerto, Jumat 10 Februari 2017.

Persoalan khotib yang melakukan kotbah dengan syiar kebencian, kata Lukman, sudah ada sejak jauh sebelum dirinya menjabat sebagai menteri agama.

Maraknya hal tersebut, ada empat hal dari masyarakat yang diadukan kepadanya tentang khotbah yang meresahkan. Pertama, khotbah sering membahas persoalan khilafiyah. Padahal, ujar Lukman, masjid merupakan tempat umum. “Orang NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad dan lain-lain kan bebas mau sholat di mana saja. Ini permasalahan di internal umat Islam,” katanya.

Kedua, khotbah kerap menyalahkan agama lain. Ini sering terjadi di masjid perkampungan. Ketiga, pilkada membuat khotib cenderung berpihak kepada salah satu calon dengan isi khotbah yang penuh kepentingan. Sedangkan keempat, khotbah yang sering mempersoalkan Pancasila sebagai thogut. “Kemenag sebagai representasi pemerintah tentunya ingin menempatkan agama pada posisi terhormat,” katanya.

Baca : Standarisasi Khatib, Kiayi Lirboyo: Negara Sudah Terlalu Jauh

Untuk menyikapi hal tersebut, Lukman mengaku sudah mengumpulkan perwakilan ormas Islam dan akademisi di bidang Dakwah UIN. “Akhirnya muncul standarisasi dan sertifikasi. Pemerintah tidak memunculkan istilah itu karena implikasi akan berbeda. Sedangkan standarisasi begitu sangat akademik. Bahasa yang lebih mudah adalah membuat pedoman bersama,” ungkapnya.

Pedoman tersebut, ujar Lukman, yang menentukan adalah ulama perwakilan ormas. sedangkan peran kemenag adalah memfasilitasi pertemuan. Hal tersebut dianggapnya penting untuk dilakukan, agar kesucian agama tidak terkotori dengan kepentingan tertetu. “Keberadaan rumah Tuhan harus dijaga dengan baik. Itu semangat pemerintah. Isinya apa itu domain ulama, bukan umaro,” jelasnya.

BETHRIQ KINDY ARRAZY

Simak juga : Biayai Sendiri ke Jakarta, Peserta Aksi 112 Mau Ketemu Ulama