Nasional, Karanganyar - Kepolisian Resor Karanganyar, Jawa Tengah, memasang garis polisi di kawasan Watu Lumbung, lokasi Pendidikan Dasar Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Islam Indonesia (Mapala UII). Tempat tersebut berada di Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar.

Watu Lumbung terletak di lereng selatan Gunung Lawu. Lokasinya tidak begitu jauh dari permukiman penduduk. Jika ditempuh dengan berjalan kaki, hanya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di lokasi.

Watu Lumbung cukup favorit bagi pecinta alam karena sejuk, indah pemandangannya dan lapang lahannya. Sebagai areal camping, tempat ini sangat nyaman untuk mendirikan tenda dan menggelar berbagai kegiatan. Luasnya sekitar dua kali lapangan basket. Berada di ketinggian 1.798 meter dari permukaan laut.

Baca: Mahasiswa UII Tewas, Menristekdikti: Pelaku Harus Dihukum

Jalan menuju Watu Lumbung cukup bervariatif, ada yang landai dan ada yang naik cukup curam. Udara cukup dingin lantaran matahari terhalang daun dan batang hutan cukup rapat. Pemandangan juga diperindah oleh kebun sayur milik warga.

Lokasi itu berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani. Watu Lumbung berada di petak 38 Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Surakarta. Berbagai macam vegetasi masih bisa ditemukan di lokasi itu, baik tumbuhan perdu, semak hingga pohon cemara yang tinggi.

Salah satu bekas pegiat mahasiswa pencinta alam asal Karanganyar, Kurniawan mengatakan Watu Lumbung sering digunakan untuk latihan dasar kepencintaalaman. “Cukup representatif dan memiliki hutan serta tebing,” katanya.

Simak: Surat Pernyataan Anggota Mapala UII Tak Gugurkan Pidana

Banyak sumber air yang menjadi kebutuhan vital saat camping. Belum lagi, kawasan itu memiliki beragam vegetasi. Kondisi itu mendukung untu menggelar latihan survival. "Banyak tanaman yang bisa dimakan, seperti kentang liar dan pakis," kata Kurniawan.

Menurut seorang sumber yang mengetahui kegiatan yang berujung maut itu, peserta dan panitia mendirikan tiga tenda di lokasi. Sedangkan lokasi untuk latihan menggunakan beberapa tempat sesuai kebutuhan.

Di samping lapangan, terdapat tebing batu yang sangat terjal. Biasanya, tempat itu digunakan untuk panjat tebing. Tingginya sekitar 20 meter. Di atas tebing itu terdapat sebuah sumber air.

Di atas tebing itulah, kata sumber tersebut, peserta diklat bisa mengambil air untuk keperluan selama camping. Mereka harus melalui jalanan yang curam lagi terjal. Padahal, banyak sumber air lain yang lebih mudah dijangkau.

Belum lagi, selama penyelenggaraan diksar, hujan turun nyaris tiap hari sehingga jalanan licin. "Udara sangat dingin waktu itu," kata Joko Suratin, salah satu warga. Ditambah lagi angin kencang dan kabut yang sering menyambangi lokasi itu.

AHMAD RAFIQ